“Sesungguhnya tali penghubung antara seseorang dengan syirik dan kafir, ialah meninggalkan shalat.”
Nabi saw. bersabda: “Siapa yang tidak membaca Ummul Qur’an (Fatihah) dalam shalat, maka shalatnya tidak sempurna (Nabi mengulangnya sampai tiga kali).
Lalu ditanyakan orang kepada Abu Hurairah, “Bagimana kalau kami shalat mengikut Imam?” Jawabnya, “Bacalah perlahan-lahan! Karena aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, bahwa Allah Ta’ala berfirman: ‘Shalat itu Kubagi dua antara-Ku dan hamba-Ku. Untuk hamba-Ku ialah apa yang dimintanya.
Shalat juga bisa diartikan sebagai zikir kepada Allah. Melalui sabda Rasulullah saw, Allah berkata: “Aku adalah sahabat orang-orang yang mengingat-Ku”
Karenanya, bila Allah menjadi sahabat seseorang yang sedang shalat, itu berarti orang tersebut mampu melihat sahabatnya (Allah). Inilah sebabnya shalat itu disebut sarana berkomunikasi dengan Allah.
Dan menurut Ibnu Arabi, barang siapa yang shalatnya sudah mencapai pada tingkatan melihat Allah, maka ia selalu menjadi imam dalam shalatnya, meskipun shalatnya sendirian. Sebab, para malaikat akan menjadi ma’mum di belakang orang yang shalat pada tingkatan itu.
Shalat demikian inilah yang dapat mendatangkan ni’mat tiada tara.
Apabila mengucapkan:
‘Bismillaahirrahmaanirrahiim’ (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang),
maka Allah Ta’ala menjawab,
“Hamba-Ku telah mengingat-Ku”
‘Alhamdu lillahi rabbil ‘alamin’ (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam),
maka Allah Ta’ala menjawab,
‘Hamadani ‘abdi’ (Hamba-Ku telah memuji-Ku)
‘Arrahmaanirrahiim’ (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang),
maka Allah Ta’ala menjawab,
‘Atsna ‘alayya ‘abdi’ (Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku)
‘Maliki yaw middin’ (Yang Menguasai hari pembalasan),
maka Allah Ta’ala menjawab,
‘Majjadani ‘abdi’ (Hamba-Ku telah memuliakan-Ku), atau ‘Fawwadha ilayya ‘abdi’, (Hamba-Ku telah berserah diri kepada-Ku)
‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ (Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan),
maka Allah Ta’ala menjawab,
‘Hadza bayni wa bayna ‘abdi, wa li ‘abdi ma saala’ (inilah bagian-Ku dan bagian Hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dimohon akan terkabulkan)
‘Ihdinash shirathal mustaqim, shirathal ladzina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhubi ‘alaihim waladhdhaallin’ (Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula) jalan mereka yang sesat)
maka Allah Ta’ala menjawab,
‘Hadza li ‘abdi’, wa li ‘abdi ma saala’ (Ini semua bagian Hamba-Ku, dan terkabullah semua permohonan hamba-Ku)
Sumber :
Shahih Muslim & Republika
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar